BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Enkripsi
II.1.1 Pengertian Enkripsi
Enkripsi adalah sebuah proses yang melakukan perubahan sebuah kode dari
yang bisa dimengerti menjadi sebuah kode yang tidak bisa dimengerti (tidak
terbaca). Enkripsi dapat diartikan sebagai kode atau chiper. Sebuah sistem pengkodean menggunakan suatu table atau kamus
yang telah didefinisikan untuk menggantikan kata dari informasi atau yang
merupakan bagian dari informasi yang dikirim. (Dian Wirdasari; 2008: 174)
II.2. Gambar
II.2.1. Defenisi Gambar/Citra
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari sebuah objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem
perekamam data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada
monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu
media penyimpan. (T.Sutoyo, dkk ; 2009 : 9).
II.2.1.1. Defenisi Citra Analog
Citra
analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada minitor
televisi, foto sinar x, foto yang tecetak dikertas foto, lukisan, pemandangan
alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan
lain sebagainya. Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam
komputer sehingga tidak bisa diproses dikomputer secara langsung. Oleh sebab
itu, agar citra dapat diproses dikomputer, proses konversi analog ke
digital harus dilakukan terlebih dahulu.
II.2.1.2. Defenisi Citra Digital
f (0,0) f
(0,1) ... f (0,M-1)
f (1,0) ... ... f(1,M-1)
f (x,y) = ... ... ... ...
f (N-1,0) f (N-1,1) ... f (N-1,M-1)
|
(Sumber : T. Sutoyo, dkk; 2009 : 20)
Berdasarkan matriks tersebut, secara
matematis citra digital dapat dituliskan sebagai fungsi intensitas f (x,y),
dimana harga x (baris) dan y (kolom) merupakan koordinat posisi dan f(x,y)
adalah nilai fungsi pada setiap titik (x,y) yang menyatakan besar intensitas
citra atau tingkat keabuan atau warna dari pixel di titik tersebut. Pada
proses digitalisasi (sampling dan kuantitas) diperoleh besar baris M dan kolom
N hingga citra membentuk matriks M x N dan jumlah tingkat keabuan
pixel G (T. Sutoyo, dkk; 2009 : 20).
Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari
hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras,
transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi,
skala, transformasi geometrik), melakukan pemilihan citra
ciri (feature images) yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan
proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang
terkandung pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan
penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data. Input dari pengoalahan
citra adalah citra, sedangkan outputnya adalah citra hasil pengolahan (T. Sutoyo,
dkk; 2009: 5).
II.2.2. Format File Citra
Ada dua jenis format file
citra yang sering digunakan dalam pengolahan citra, yaitu citra bitmap
dan citra vektor.
II.2.2.1. Format File Citra
Bitmap
Citra
bitmap sering disebut juga dengan citra raster. Citra bitmap
menyimpan data kode citra secara digital dan lengkap (cara menyimpannya adalah
per pixel). Citra bitmap dipresentasikan dalam bentuk matriks
atau dipetakan dengan menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan lain.
Citra ini memiliki kelebihan untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah
objek lebih sulit. Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradiasi
bayangan dan warna dari sebuah gambar. Oleh karena itu, bitmap merupakan
media elektronik yang paling tepat untuk gambar-gambar dengan perpaduan
gradiasi warna yang rumit, seperti foto dan lukisan digital. Citra bitmap
biasanya diperoleh dengan cara scanner, camera digital, video, capture,
dan lain-lain.
II.2.2.2. Format File Citra
Vektor
Citra vektor dihasilkan
dari perhitungan matematis dan tidak berdasarkan pixel, yaitu data
tersimpan dalam bentuk vektor posisi, dimana yang tersimpan hanya informasi
vektor posisi dengan bentuk sebuah fungsi. Pada citra vektor, mengubah warna
lebih sulit dilakukan, tetapi membentuk objek dengan cara mengubah nilai lebih
mudah. Oleh karena itu, bila citra diperbesar atau diperkecil, kualitas citra
relatif tetap baik dan tidak berubah. Citra vektor biasanya dibuat menggunakan
aplikasi-aplikasi citra vektor, seperti corelDraw, adobe Illustrator,
macromedia Freehand, Autocad, dan lain-lain.
II.2.3. Jenis-jenis Citra Digital
Beberapa jenis citra
digital yang sering digunakan adalah citra biner,
citra grayscale, dan citra warna.
II.2.3.1. Citra Biner (Monokrom)
1
|
0
|
bit 0 = warna hitam
bit 1 = warna putih
II.2.3.2. Citra grayscale
(skala keabuan)
Banyaknya warna
tergantung pada jumlah bit yang disediakan di memori untuk menampung kebutuhan
warna ini.
3
|
2
|
1
|
0
|
7
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
0
|
Semakin besar jumlah
bit warna yang disediakan di memori, semakin halus gradiasi warna yang
terbentuk.
II.2.3.3. Citra Warna (True
color)
Setiap pixel
pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar
(RGB = Red Green Blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit
= 1 byte, yang berarti setiap warna mempunyai gradiasi sebanyak 255 warna.
Berarti setiap pixel mempunyai kombinasi warna sebanyak 28.28.28
= 224 = 16 juta warna lebih. Itulah sebabnya format ini dinamakan true
color karena mempunyai jumlah warna yang cukup besar sehingga bisa
dikatakan hampir mencakup semua warna di alam.
Penyimpanan citra true color didalam memori berbeda dengan citra grayscale.
Setiap pixel dari citra grayscale 256 gradiasi warna diwakili
oleh 1 byte. Sedangkan 1 pixel citra true color diwakili oleh 3
byte, dimana masing-masing byte merepresentasikan warna merah (Red), hijau
(Green), dan biru (Blue). Seperti ditunjukkan pada gambar II.I. dibawah ini :
Citra warna
|
Gambar II.1. Contoh penyimpanan citra warna dalam memori
Sumber : Andi, 2009, 23.
|
R=50
G=65
B=50
|
R=80
G=45
B=50
|
R=80
G=40
B=30
|
R=60
G=55
B=50
|
R=40
G=45
B=70
|
R=40
G=45
B=60
|
R=20
G=65
B=70
|
R=50
G=35
B=56
|
R=30
G=60
B=70
|
R=90
G=55
B=40
|
R=50
G=95
B=90
|
R=50
G=95
B=50
|
R=50
G=90
B=30
|
R=30
G=45
B=70
|
R=30
G=65
B=70
|
R=80
G=85
B=50
|
R=50
G=35
B=90
|
R=20
G=65
B=20
|
R=50
G=60
B=70
|
R=50
G=55
B=30
|
R=70
G=75
B=50
|
R=70
G=55
B=50
|
R=50
G=65
B=70
|
R=40
G=95
B=50
|
R=50
G=65
B=80
|
Penyimpanan dalam memori
|
II.2.4. Elemen-Elemen Citra
Digital
Berikut adalah
elemen-elemen yang terdapat pada citra digital :
1.
Kecerahan (Brightness)
Kecerahan (Brightness)
merupakan intensitas cahaya yang dipancarkan pixel dari citra yang dapat
ditangkap oleh sistem penglihatan. Kecerahan pada sebuah titik (pixel)
di dalam citra merupakan intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupi.
2.
Kontras (Contrast)
Kontras (Contrast)
menyatakan sebaran terang dan gelap dalam sebuah citra. Pada citra yang baik,
komposisi gelap dan terang secara merata.
3.
Kontur (Contour)
Kontur (Contour)
adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel
yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah mata mampu
mendeteksi tepi-tepi objek di dalam citra.
4.
Warna
Warna sebagai
persepsi yang ditangkap sistem visual terhadap panjang gelombang cahaya yang
dipantulkan oleh objek.
5.
Bentuk (Shape)
Bentuk (Shape)
adalah properti intrinsik dari objek 3 dimensi, dengan pengertian bahwa bentuk
merupakan properti intrinsik utama untuk sistem visual manusia.
6.
Tekstur (Texture)
Tekstur (Texture)
dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel-pixel
yang bertetangga. Tekstur adalah sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki
oleh suatu daerah tersebut. Tekstur adalah keteraturan pola-pola tertentu yang
terbentuk dari susunan pixel-pixel dalam citra digital. (T. Sutoyo, dkk; 2009: 24).
II.3. Algoritma
II.3.1.
Algoritma Kriptografi
Algoritma ditinjau dari asal usul kata, kata algoritma
mempunyai sejarah yang menarik, kata ini muncul didalam kamus Webster sampai akhir tahun 1957 hanya
menemukan kata algorism yang
mempunyai arti proses perhitungan dengan bahasa Arab. Algoritma berasal dari
nama penulis buku Arab yang terkenal yaitu Abu Ja’far Muhammad ibnu Musa
al-khuwarizmi (al-Khuwarizmi dibaca oleh orang barat menjadi algorism). Kata algorism lambat laun berubah menjadi algorithm. (Dony ariyus; 2006: 13).
Defenisi
terminologinya algoritma adalah urutan langkah-langkah logis untuk penyelesaian
masalah yang disusun secara sistematis. Algoritma kriptografi merupakan
langkah- langkah logis bagaimana menyembunyikan pesan dari orang-orang yang
tidak berhak atas pesan tersebut (Dony ariyus; 2006: 13).
Algoritma kriptografi terdiri dari tiga fungsi dasar yaitu :
Algoritma kriptografi terdiri dari tiga fungsi dasar yaitu :
1.
Algoritma Enkripsi : Enkripsi merupakan hal yang
sangat penting dalam kriptografi yang merupakan pengamanan data yang dikirimkan
terjaga kerahasiannya. Pesan asli disebut plainteks yang dirubah menjadi
kode-kode yang tidak dimengerti. Enkripsi bisa diartikan dengan cipher atau kode. Sama halnya dengan
kita tidak mengerti akan sebuah kata, maka kita akan melihatnya didalam kamus
atau daftar istilah-istilah. Beda halnya dengan enkripsi, untuk merubah plainteks
ke bentuk cipherteks kita menggunakan algoritma yang dapat mengkodekan data
yang kita inginkan.
2.
Algoritma Dekripsi : dekripsi merupakan kebalikan
dari enkripsi, pesan yang telah dienkripsi dikembalikan kebentuk asalnya (Plainteks)
disebut dengan dekripsi pesan. Algoritma yang digunakan untuk dekripsi tentu
berbeda dengan yang digunakan untuk enkripsi.
3.
Kunci : kunci yang dimaksud disini adalah kunci yang
dipakai untuk melakukan enkripsi dan dekripsi, kunci terbagi jadi dua bagian
kunci pribadi (private key) dan kunci
umum (public key).
II.1.3. Tujuan Kriptografi
Dari paparan awal dapat dirangkumkan bahwa kriptografi bertujuan untuk
memberi layanan keamanan. Yang dinamakan aspek-aspek keamanan sebagai berikut :
(Dony Ariyus; 2006: 8).
1. Authentication
Adalah layanan yang
ditujukan untuk menjaga agar penerima informasi dapat memastikan keasslian
pesan, bahwa pesan itu datang dar orang yang dimintai informasi. Dengan kata
lain, informasi itu benar-benar datang dari orang yang dikehendaki.
2. Integrity
Keaslian pesan yang dikirim
melalui jaringan dan dapat dipastikan bahwa informasi yang dikirim tidak
dimodifikasi oleh orang yang tidak berhak dalam perjalanan informasi tersebut.
3. Non-repudiation
Merupakan
hal yang berhubungan dengan si pengirim. Pengirim tidak dapat mengelak bahwa
dialah yang mengirim informasi tersebut.
4.
Authority
Adalah layanan agar informasi yang berada pada sistem jaringan tidak dapat dimodifikasi
oleh pihak yang tidak berhak untuk mengaksesnya.
5.
Confidentiality
Adalah layanan yang merupakan usaha untuk
menjaga informasi dari orang yang tidak berhak mengakses. Kerahasiaan ini
biasanya berhubungan dengan informasi yang diberikan ke pihak lain.
6.
Privacy
Adalah layanan yang lebih ke arah
data-data yang bersifat pribadi.
7.
Availability
Adalah layanan yang merupakan aspek
availabilitas berhubungan dengan ketersedianan informasi ketika dibutuhkan.
Sistem informasi yang diserang atau dijebol dapat menghambat atau meniadakan
akses ke informasi.
8.
Access Control
Adalah
layanan merupakan aspek yang berhubungan dengan cara pengaturan akses ke
informasi. Hal ini biasanya berhubungan dengan masalah otentifikasi dan
privasi. Kontrol akses seringkali dilakukan dengan menggunakan kombinasi user id dan password ataupun dengan mekanisme lain.
II.3. 2. Macam-macam Algoritma
kriptografi
II.3.2.1. Algoritma Simetri
Algoritma ini juga
sering disebut dengan algoritma klasik, karena memakai kunci yang sama untuk
melakukan enkripsi dan dekripsinya. Algoritma ini sudah ada lebih dari 4000
tahun yang lalu. Mengirim pesan dengan menggunakan algoritma ini, sipenerima
pesan harus diberitahu kunci dari pesan tersebut agar dapat mendekripsi pesan
yang dikirim. Keamanan dari pesan yang menggunakan algoritma ini tergantung
pada kunci, jika kunci tersebut diketahui oleh orang lain maka, orang tersebut
dapat melakukan enkripsi dan dekripsi terhadap pesan tersebut. Sandi vigenere adalah sandi yang menggunakan
algoritma simetri. Karena sandi vigenere
meggunakan kata kunci yang sama untuk kunci private
dan kunci publik nya. (Dony Ariyus; 2006: 14).
II.3.2.2. Algoritma Asimetri
Algoritma asimetri sering juga
disebut dengan algoritma kunci publik, dengan arti kata kunci yang digunakan
untuk melakukan enkripsi dan dekripsinya berbeda. Pada algoritma asimetri kunci
dibagi menjadi dua bagian :
a.
Kunci
umun (public key) adalah kunci yang
boleh semua orang tahu (dipublikasikan)
b.
Kunci
pribadi (private key) adalah kunci
yang dirahasiakan (hanya boleh diketahui oleh satu orang).
Kunci-kunci
tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Dengan kunci publik orang
dapat mengenkripsi pesan tapi tidak bisa mendekripsiknya, hanya orang yang
memiliki kunci pribadi yang dapat mendekripsi pesan tersebut. Algoritma
asimetri dapat melakukan pengiriman pesan yang lebih aman dari pada algoritma
simetri. (Dony Ariyus; 2006: 15).
II.3.2.3. Hash Function
Fungsi hash sering disebut dengan fungsi hash satu arah (one-way function), message
digest, fingerprint, fungsi kompresi dan message authentication code (MAC), hal ini merupakan suatu fungsi
matematika yang mengambil input panjang variabel dan mengubahnya kedalam urutan
biner dengan panjang yang tetap. Fungsi hash
biasanya diperlukan bila ingin membuat sidik jari (digital signature) dari suatu pesan. Sidik jari pada pesan
merupakan suatu tanda yang menandakan bahwa pesan tersebut benar-benar dari
orang yang diinginkan. (Dony Ariyus; 2006: 15).
II.3.3. Algoritma Kriptografi
Klasik
Kriptografi klasik merupakan suatu
algoritma yang menggunakan satu kunci untuk mengamankan data, teknik ini sudah
digunakan beberapa abad yang lalu. Pada dasarnya,
algoritma kriptografi klasik dapat dikelompokkan ke dalam dua macam cipher, yaitu : (Dony Ariyus; 2006: 16).
1. Cipher
substitusi (substitution cipher)
Di dalam cipher substitusi setiap unit plainteks
diganti dengan satu unit cipherteks.
Satu “unit” di isini berarti satu huruf, pasanga huruf, atau dikelompokkan
lebih dari dua huruf. Algoritma substitusi tertua yang diketahui adalah Caesar
cipher yang digunakan oleh kaisar romawi
, Julius Caesar (sehingga dinamakan juga caesar cipher), untuk
mengirimakan pesan yang dikirimkan kepada gubernurnya.
2. Cipher
transposisi (transposition cipher)
Pada cipher transposisi, huruf-huruf di dalam
plainteks tetap saja, hanya saja urutannya diubah. Dengan kata lain algoritma
ini melakukan transpose terhadap rangkaian karakter di dalam teks. Nama lain
untuk metode ini adalah permutasi atau pengacakan (scrambling) karena
transpose setiap karakter di dalam teks sama dengan mempermutasikan
karakter-karkater tersebut.
II.4. Tranposisi
II.4.1. Pengertian Transposisi
Cipher transposisi adalah suatu algoritma enkripsi yang melakukan
enkripsi dengan mengubah urutan dari plainteks. Transposisi
adalah pada dasarnya membuat ciphertext dengan menggantikan posisi
objek-objek plaintext tanpa menggantikan objek plaintext tersebut,
jadi pada proses transposisi tidak diperlukan karakter lain. (Sumber: Aji Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008, hal:90)
II.4.2. Enkripsi Teknik Substitusi
Substitusi adalah penggantian setiap karakter plaintext
dengan
karakter lain. Dengan kata lain teknik substitusi adalah salah satu teknik
enkripsi simetris yang mana dilakukan penggantian setiap objek plaintext
dengan
objek lain, teknik ini menerapkan konsep korenspondensi satu-satu untuk tiap
objek plaintext yang disandikan. Objek yang akan disubstitusikan dalam
pembuatan skripsi ini adalah pixel. Adapun langkah-langkahnya dapat diilustrasikan sebagai
berikut:
1.
Nilai pixel-pixel dari gambar
dimasukkan kedalam sebuah matrik dengan ordo sama dengan ukuran gambar.
Gambar II.2. Matrik susunan pixel gambar
(Sumber: Aji
Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008, hal:90)
2. Dari matrik
gambar II.2. dilakukan pembacaan secara spiral dimulai dari sudut kiri atas ke
arah kanan, ke bawah, ke kiri, ke atas hingga berakhir di pusat matrik sehingga
menghasilkan gambar II.3. Penggunaan metode pembacaan spiral merupakan
penggabungan dua metode pembacaan secara horisontal dan vertikal, dan
penggunaan metode pembacaan secara spiral akan menghasilkan bentuk untaian pixel
gambar yang lebih rumit dibaca dari pada menggunakan metode pembacaan
secara horisontal ataupun vertikal saja.
Gambar II.3. Pembacaan matrik
secara spiral
(Sumber: Aji
Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008, hal:90)
3.
Dari hasil
pembacaan matrik gambar II.3 dihasilkan sebuah untaian pixel seperti
padagambar II.4.
Gambar II.4. Susunan untaian pixel hasil pembacaan spiral
(Sumber: Aji Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008, hal:90)
4. Dari
untaian gambar II.4, dilakukan proses substitusi posisi pixel secara
urut dengan konsep korespondensi satu-satu. Posisi pixel pertama
digantikan dengan posisi pixel terakhir, sehingga didapat hasil untaian baru
seperti pada gambar II.5.
Gambar II.5. Susunan untaian pixel setelah dilakukan substitusi.
(Sumber: Aji Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008, hal:90)
II.4.3. Enkripsi
Teknik Transposisi
Pada teknik
transposisi ini pembacaan matrik dilakukan dengan cara pembacaan kolom per
kolom sesuai dengan kunci yang digunakan. Adapun langkah-langkahnya dapat
diilustrasikan seperti berikut :
1.
Susunan
pixel hasil substitusi merupakan plaintext pada proses
transposisi.
Gambar
II.6 : Hasil Subtitusi dijadikan sebagai plaintext proses transposisi
(Sumber: Aji Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008,
hal:90)
2.
Untai
dari matrik plaintext (gambar II.6) tersebut dimasukkan ke dalam matrik
dengan ordo n dikali x, dengan n adalah panjang kunci yang digunakan dan x
adalah jumlah pixel dibagi panjang kunci. Ilustrasinya terdapat pada
gambar II.7.
Gambar II.7. Matrik susunan awal proses
transposisi
(Sumber: Aji Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008,
hal:90)
3.
Dari
matrik gambar II.7, dilakukan pembuatan untaian ciphertext dengan
pembacaan kolom per kolom sesuai dengan urutan abjad kunci yang telah
diurutkan. Ilustrasinya pada gambar II.8.
Gambar II.7. Aturan pembacaan matrik
transposisi
(Sumber: Aji Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008,
hal:90)
4.
Kemudian
matrik gambar II.8 dilakukan pembacaan kolom dimulai dari huruf “A” pada urutan
ke-1, huruf “D” pada urutan ke- 2 dan seterusnya hingga huruf “W” pada urutan
terakhir. Maka didapatkan bentuk untai seperti pada gambar II.9.
Gambar II.9. Untaian hasil pembacaan kolom
(Sumber: Aji Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008,
hal:90)
5.
Nilai pixel yang didapat dari
untaian transposisi (gambar II.9) kemudian dimasukkan kembali ke dalam matrik
baru sesuai dengan ordo ukuran gambar. Bentuk hasil akhirnya adalah pada gambar
II.10.
Gambar II.10.
Matrik hasil proses transposisi
(Sumber : Aji Supriyanto dan Eka Ardhianto, 2008, hal:90)
II.5. Pemrograman
Visual Basic
II.5.1. Visual basic
2008
Visual basic merupakan salah satu
bahasa pemrograman yang andal dan banyak digunakan oleh pengembang untuk
membangun berbagai macam aplikasi windows. Visual basic 2008 atau visual
basic 9 merupakan aplikasi pemrograman yang menggunakan teknologi .NET Framework.
Teknologi .NET Framework merupakan komponen windows yang terintegrasi serta
mendukung pembuatan, penggunaan aplikasi, dan halaman web. Teknologi .NET
Framework mempunyai 2 komponen utama, yaitu CLR (Common Language Runtime) dan
class library. CLR digunakan untuk menjalankan aplikasi yang berbasis .NET,
sedangkan Library adalah kelas pustaka atau perintah yang digunakan untuk
membangun aplikasi. (Wahana Komputer; 2010: 2).
II.5.2. Sistem Visual
basic 2008
Sebelum menginstal visual basic
2008, komputer harus memenuhi beberapa persyaratan agar visual basic
2008 dapat dijalankan dengan baik. Adapun, persyaratan (system requirments)
yang harus dipenuhi dapat dilihat pada tabel II.1. berikut :
Tabel II.1. Sistem Requirements Visual Basic
2008
Sistem
|
Syarat minimal
|
Syarat yang direkomendasikan
|
Arsitektur
|
x86 dan x64
|
|
Sistem Operasi
|
Microsoft Windows XP Service pack 2
Microsoft Windows Server 2003
Windows Vista
|
|
Prosesor
|
CPU 1.6 GHz (Giga Hertz)
|
Windows XP dan Windows Server 2003: CPU 2,2
GHz atau yang lebih tinggi.
Windows Vista: CPU 2,4 GHz.
|
RAM
|
Windows XP dan Windows Server 2003 384 MB
(Mega Byte)
Windows Vista: 768 MB.
|
RAM 10 24
MB/1GB atau yang lebih besar.
|
Harddisk
|
Tanpa MSDN R
Ruang kosong harddisk pada drive
penginstalan 2 GB.
Sisa ruang harddisk kosong 1 GB.
|
Kecepatan harddisk 7200 RPM atau yang lebih
tinggi.
|
|
Tanpa MSDN R
Ruang kosong harddisk pada drive
penginstalan 3,8 GB (MSDN diinstal full).
2,8 GB untuk menginstal MSDN default.
Kecepatan harddisk 5400 RPM.
|
|
Display Layar
|
1024x768 display
|
1280x1024 display
|
(Sumber : Andi, 2010, 2.)
II.5.3.
Mengenal Area Kerja Visual basic 2008
Setelah berhasil menginstal visual
studio 2008 yang didalamnya terdapat visual basic 2008, maka
selanjutnya adalah mencoba menjalankan dan mengenal lingkungan kerja visual
basic 2008. Lingkungan kerja visual basic atau disebut Integrated
Development Environment (IDE)
adalah suatu lingkungan kerja tempat programmer melakukan pemrograman yang didukung
oleh compiler, editor baik editor grafis maupun kode, dan lain
sebagainya untuk memudahkan pemrograman.
II.5.3.1.
Membuka IDE Visual basic 2008
Langkah membuka
lingkungan kerja visual basic 2008 sebagai berikut :
1.
Ikuti salah satu cara berikut untuk membuka IDE visual basic :
a. Klik ganda shortcut visual basic 2008 pada
desktop.
Gambar II.7. Ikon shortcut pada (Sumber : Andi, 2010, 4.)
|
b. Melalui menu start > Microsoft Visual
Studio 2008 > Microsoft Visual Studio 2008.
Gambar
II.8. Membuka visual
studio 2008 melalui menu start
|
(Sumber : Andi, 2010, 4.)
2.
Pada saat pertama kali menjalankan visual basic 2008, akan muncul
kotak dinformasi proses setting IDE visual basic 2008. Setelah
proses setting selesai, kotak splash screen sesuai dengan gambar II.9. akan
muncul :
Gambar
II.9. Splash screen visual
studio 2008
|
(Sumber : Andi, 2010, 4.)
3.
Setelah itu, akan terbuka lingkungan kerja atau IDE dari visual
basic 2008 yang ditunjukkan pada gambar II.10. berikut :
Gambar II.10.Tampilan area kerja visual basic 2008 saat pertama
kali dijalankan
(Sumber
: Andi, 2010, 5.)
|
4. Untuk membuat sebuah project baru menggunakan Visual
Studio .NET 2008, klik menu File | New | Project.
Gambar II.11. Menu New Project
(Sumber : Andi, 2010, 5.)
5.
Setelah
itu akan muncul kotak dialog New Project. Pada kotak dialog New
Project terdapat beberapa pilihan tool untuk pengembangan aplikasi, seperti
Visual Basic, Visual C#
dan Visual C++. Pilih Visual Basic kemudian pilih Windows Form
Application. Beri nama project yang akan dibuat pada bagian Name dan
direktori tempat menyimpan project pada bagian Location.
Gambar II.12. Kotak Dialog New Project
(Sumber : Andi, 2010, 5.)
6.
Selanjutnya muncul Visual Basic
IDE tempat untuk membangun aplikasi Visual Basic .NET 2008.
Gambar II.13. IDE Visual Studio .NET 2008
(Sumber : Andi, 2010, 5.)
Pada
project Visual Basic untuk Windows Application secara default telah terdapat
sebuah form. Form tersebut bernama Form1. Pada form inilah tempat untuk
meletakkan kontrol-kontrol atau komponen-komponen untuk membuat sebuah aplikasi
windows. Form dan kontrol-kontrol dari program aplikasi inilah yang biasanya
disebut dengan GUI (Graphical User Interface) atau antar muka dari program.
Jadi user akan berinteraksi dengan sebuah program aplikasi melalui GUI. Pada
IDE Visual Basic .NET 2008 terdapat Menu, Toolbar, Toolbox, Server Explorer,
Solution Explorer dan Properties Window.
7.
Toolbox adalah tempat
dimana kontrol-kontrol dan komponen-komponen diletakkan. Kontrol dan komponen
yang terdapat pada toolbox dipakai dalam pembuatan program aplikasi. Untuk
membuat objek kontrol dan komponen pada form program aplikasi diambil dari
kontrol-kontrol yang ada pada toolbox. Untuk menampilkan windows toolbox, klik
pada tombol toolbox yang terdapat pada toolbar.
Gambar II.14 Toolbox
(Sumber
: Andi, 2010, 5.)